Selasa, 10 Februari 2009

BANGSAL YANG BERSAHABAT ???

Bangsal Yang BersahabatPenulis: dr.Eddy Setiawan Tehuteru,SpA
BANGSAL YANG BERSAHABAT ???
dr. Edi Setiawan Tehuteru, SpA, MHA
SMF Anak Rumah Sakit Kanker “Dharmais”

B
erbicara tentang bangsal, dapat dipastikan bayangan kita pasti mengarah pada suatu ruangan yang berisi beberapa tempat tidur di dalamnya. Jika itu rumah sakit, sudah dapat dipastikan pula bahwa orang yang tidur di sejumlah tempat tidur tersebut adalah orang-orang yang dirawat karena sakit. Mereka tidur berjajar dengan tenang sampai penyakit mereka sembuh tentunya. Apa yang terjadi seandainya orang-orang yang tidur di tempat tidur tersebut adalah anak-anak ? Apakah mereka akan tidur dengan tenang layaknya orang dewasa yang sakit ?
Anak-anak bukanlah orang dewasa mini. Hal yang membedakan anak-anak dengan orang dewasa adalah bahwa anak-anak masih mengalami apa yang disebut sebagai tumbuh kembang. Oleh karena itu, sekalipun sakit, proses tumbuh kembang anak tetap harus diperhatikan. Terdapat tiga aspek yang berperan agar upaya di atas dapat terwujud, yaitu aspek medis, psikologis, dan sosial. Semua anak yang sakit, termasuk yang terkena kanker, membutuhkan pelayanan kesehatan yang mencakup ketiga aspek tersebut.
Kanker dapat menyerang siapa saja, termasuk anak-anak. Kanker pada anak diperkirakan hanya 2% dari keseluruhan kanker yang ada. Di Indonesia, diperkirakan terdapat 4100 kasus baru kanker anak setiap tahunnya. Bukan jumlah yang sedikit. Kanker pada anak dibagi atau dua kelompok besar, yaitu kanker darah atau lebih dikenal dengan leukemia dan tumor padat. Pengobatannya memakan waktu yang cukup lama. Menggunakan protokol pengobatan yang ada saat ini, lamanya pengobatan berkisar antara satu setengah sampai dua tahun. Jadi dapat dibayangkan bahwa selama kurun waktu tersebut, anak-anak yang terkena kanker harus keluar masuk rumah sakit. Selain itu, bayangkan pula seandainya selama perawatan, anak-anak harus tergeletak diam di atas tempat tidur untuk beberapa hari atau bahkan mungkin beberapa bulan dengan selang-selang infus yang bergelantungan. Sebuah paradigma yang menyatakan bahwa orang yang terkena kanker dan dalam masa perawatan harus tidur terus tentunya harus diubah.
Setelah Bangsal Kanker Anak Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dibuka, citra bangsal yang klasik dicoba diubah menjadi bangsal yang bersahabat dengan motonya, yaitu no scared and no pain. Perlu diketahui, bahwa anak-anak yang dirawat harus menjalani prosedur tindakan yang menyakitkan, seperti pengambilan darah, sumsum tulang, cairan otak, dan masih banyak lagi lainnya yang tentunya dapat menyebabkan anak menjadi trauma. Namun, demi pengobatan, mau tidak mau prosedur tindakan tersebut tetap harus dijalani oleh anak-anak yang terkena kanker. Guna mengurangi trauma, sebelum dilakukan pengambilan darah misalnya, kulit anak-anak diolesi dengan salep untuk mengurangi rasa sakit saat ditusuk jarum. Sebelum tindakan, anak dan orangtuanya juga diberitahu terlebih dahulu tentang proses tindakan yang akan dilakukan. Saat tindakan berlangsung, anak-anak juga didampingi mengingat orangtua biasanya masih suka panik dan takut karena belum terbiasa. Bersyukur, saat ini juga sudah ada alat untuk infus yang dapat bertahan lebih kurang tiga bulan tanpa harus buka pasang. Hal ini tentunya dapat mengurangi jumlah tusukan pada tubuh anak. Anak-anak yang harus menjalani prosedur tindakan yang berat, seperti aspirasi sumsum tulang atau pengambilan cairan otak melalui celah di antara dua tulang belakang, terlebih dahulu akan ditidurkan. Sebelumnya, mereka juga diterangkan tentang proses tindakan yang akan dilakukan dan tentunya juga didampingi hingga masuk kamar operasi. Ketika siuman, mereka dapat bangun tanpa harus merasakan bagaimana sakitnya prosedur tindakan yang baru saja dijalani.
Konseling terhadap orangtua dan anaknya yang terkena kanker dilakukan oleh psikolog. Mereka diberitahu bagaimana caranya menghadapi kenyataan bahwa anak atau diri si anak terkena kanker. Pemberian informasi tentang penyakit dan pengobatannya dilakukan oleh dokter anak yang bertugas untuk kemudian diingatkan kembali oleh psikolog saat konseling harian. Hubungan kerjasama antara tenaga medis (dokter maupun perawat) dengan psikolog sangat erat sekali dan saling mendukung. Pernah ada seorang pasien laki-laki usia 10 tahun dengan tumor seberat 2 kg pada kelopak mata kanannya. Dokter memutuskan untuk mengangkat tumor tersebut, namun anak menolak karena ia takut tidak dapat melihat lagi kalau matanya diangkat (padahal mata sudah menyatu dengan tumor dan sudah tidak dapat diselamatkan lagi). Di sinilah kerjasama itu terlihat. Psikolog langsung turun tangan untuk memotivasi anak tersebut. Tidak lama waktu berselang, saya selaku dokter yang menangani anak ini dipanggil oleh psikolog dan diberitahu bahwa anak ini sudah siap untuk dioperasi bahkan ia meminta agar operasi dilakukan secepat mungkin. Terlihat jelas bahwa selain dokter, psikolog juga memegang peranan penting ketika anak harus menjalani proses pengobatan.
Selain dokter, perawat, dan psikolog, di bangsal juga ada tenaga guru. Mereka berperan dalam menyusun program kegiatan anak-anak sehari-hari. Di bangsal, saat ini terdapat dua orang guru taman kanak-kanak dan untuk anak-anak yang sudah duduk di bangku sekolah dasar, untuk sementara ini diajar oleh psikolog atau relawan-relawan yang berkunjung. Kegiatan-kegiatan yang dirancang sedemikian rupa ini diharapkan dapat membuat anak melupakan sejenak penyakit dan proses pengobatan yang harus dijalaninya. Sementara anak-anak beraktifitas di ruang perpustakaan atau ruang bermain, orangtua dilarang masuk. Tujuannya adalah untuk memberi kesempatan kepada orangtua melakukan kegiatan untuk dirinya sendiri, seperti beristirahat, jalan-jalan menghirup udara segar di luar rumah sakit, atau bahkan ke salon. Menjaga orang sakit yang dirawat bukan pekerjaan yang menyenangkan, sehingga diharapkan dengan adanya waktu untuk diri sendiri, orangtua dapat disegarkan kembali.
Ketika anak-anak beraktifitas, sekalipun mereka diinfus, mereka boleh jalan sambil mendorong tiang infus yang memang ada rodanya. Bagi anak-anak yang tidak dapat bangun akan didorong bersama dengan tempat tidurnya ke ruang bermain. Intinya adalah bahwa selama dirawat anak-anak tidak harus tiduran terus. Mereka tetap dapat bermain dan bersosialisasi layaknya anak yang sehat.
Berbicara masalah aspek sosial, patut disyukuri bahwa pemerintah saat ini peduli dengan warga miskin dengan mengeluarkan asuransi bagi keluarga miskin atau lebih dikenal dengan ASKESKIN. Program pemerintah ini sangat membantu dan menyebabkan masyarakat menjadi tidak takut lagi untuk berobat ke rumah sakit. Sekalipun demikian, tetap saja dibutuhkan uluran tangan dari yayasan atau lembaga-lembagai lainnya yang peduli kanker anak, sebab kadang ada obat atau alat kesehatan yang tidak ditanggung oleh ASKESKIN.
Di akhir minggu setiap bulannya, dokter, perawat, psikolog, relawan, dan anggota yayasan atau lembaga yang membantu masalah keuangan bagi anak-anak yang sedang dalam pengobatan berkumpul dalam satu pertemuan yang disebut sebagai medico-psycho-social meeting. Masing-masing anak yang sedang dirawat akan dibahas dari semua aspek. Biasanya dokter akan memulai dengan menceritakan tentang penyakit dan kondisi terakhir dari salah satu pasiennya yang kemudian dilanjutkan dengan perawat yang menginformasikan tentang program perawatan yang dilakukan. Psikolog selanjutnya memberitahu bagaimana status mental anak dan keluarganya dalam menghadapi penyakit dan proses pengobatan yang tengah berlangsung. Pada kesempatan ini, psikolog juga memberi masukan kepada dokter atau perawat tentang bagaimana cara menghadapi anak dan keluarganya pada kondisi mental tertentu. Terakhir, wakil dari yayasan atau lembaga yang membantu masalah keuangan akan menanyakan apakah anak bersangkutan membutuhkan uang untuk pengobatannya. Satu hal yang diperoleh dari pertemuan ini adalah bahwa semua peserta pertemuan dapat melihat secara utuh tentang apa yang terjadi pada seorang anak yang terkena kanker dan saat ini sedang dalam proses pengobatan. Bertitik tolak dari pertemuan ini, masing-masing anak nantinya akan memperoleh suatu program penanganan yang terpadu, terkordinasi dengan baik, dan tidak saling tumpang tindih.
Berdasarkan pengamatan, pendekatan semacam ini ternyata memberi dampak yang luar biasa terhadap anak. Raut wajah mereka menunjukkan keceriaan dan optimis dalam menjalani pengobatan yang kita ketahui bersama memakan waktu yang cukup lama. Ketika memasuki bangsal, terlihat kalau mereka tidak takut menghadapi proses pengobatan karena mereka tahu kalau mereka tidak akan disakiti.
Perlu diakui bahwa apa yang sudah dilakukan di Bangsal Kanker Anak Rumah Sakit Kanker “Dharmais” belumlah sepenuhnya sempurna, namun walaupun demikian kiranya hal ini dapat menjadi inspirasi bagi rumah sakit-rumah sakit lainnya yang menyelenggarakan pengobatan kanker anak. Mata hati kita kiranya dapat semakin terbuka dan semakin menyadari bahwa penanganan kanker anak tidak boleh hanya berfokus pada aspek medis saja tetapi juga melibatkan aspek psikologis dan sosial. Penerapan ketiga aspek ini dalam menangani anak yang terkena kanker kiranya dapat mengubah citra bangsal yang tadinya penuh dengan wajah suram berganti rupa menjadi bangsal yang bersahabat, bangsal yang penuh senyum dan canda tawa. Tajuk ini kiranya dapat melengkapi kemeriahan pesta Hari Kanker Anak Internasional di Indonesia.

Sudah dipublikasi di Harian Investor Daily Indonesia tanggal 10-11 Februari 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar